Monday, November 7, 2016

Hillary Tak Dijerat Pidana Terkait Skandal Email, Trump Kecam FBI


Michigan - Calon presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik Donald Trump mengecam keras keputusan Biro Investigasi Federal atau FBI untuk tidak menjeratkan dakwaan pidana pada capres Partai Demokrat Hillary Clinton.

Dalam kampanyenya di Sterling Heights, Michigan, seperti dilansir CNN dan Reuters, Senin (7/11/2016), Trump menyinggung cara FBI menangani skandal email Hillary. Meskipun Trump tidak secara langsung menyebut pengumuman terbaru Direktur FBI James Comey kepada parlemen AS tersebut.

"Anda tidak bisa mengkaji 650 ribu email baru hanya dalam 8 hari. Anda tidak bisa melakukannya," ucap Trump di hadapan pendukungnya, merujuk pada temuan email-email baru yang diduga terkait penyelidikan email Hillary sebelumnya.

"Hillary Clinton bersalah. Dia mengetahuinya, FBI mengetahuinya, orang-orang mengetahuinya, dan sekarang tergantung pada rakyat Amerika untuk menegakkan keadilan melalui kotak suara pada 8 November," imbuhnya.

Lebih lanjut, Trump meyakini isu soal email Hillary tidak akan hilang begitu saja.

"Penyelidikan akan terus berlanjut, agen-agen khusus (FBI) lainnya tidak akan membiarkannya (Hillary-red) lolos dengan melakukan kejahatan buruk," tegas Trump.

Dalam surat terbarunya untuk parlemen AS, Comey menyatakan FBI tidak memiliki alasan untuk mengubah hasil kesimpulan penyelidikan kasus email Hillary yang dicapai pada Juli 2016. Kesimpulan yang dimaksud adalah untuk tidak menjeratkan dakwaan pidana terhadap Hillary.

"Berdasarkan pengkajian kami, kami tidak akan mengubah kesimpulan kami yang telah disampaikan pada Juli," tegas Comey.

Kritikan lain atas keputusan FBI itu datang dari kalangan elite Partai Republik, termasuk Ketua DPR AS Paul Ryan. Dalam pernyataannya, Ryan bersikeras bahwa penggunaan server pribadi untuk email-email penting Hillary semasa menjabat Menteri Luar Negeri AS, membahayakan keamanan nasional AS.

"Dia (Hillary-red) tentu meyakini dirinya ada di atas hukum dan selalu bermain dengan aturannya sendiri," sebut Ryan.

Pengkajian dilakukan FBI setelah mendapat temuan email baru dari laptop mantan anggota parlemen AS dari Partai Demokrat, Anthony Weiner, yang juga suami ajudan setia Hillary, Huma Abedin. Ribuan email dikirimkan Abedin untuk Hillary via laptop itu.

Sejumlah pejabat penegak hukum AS berusaha menjelaskan bagaimana kesimpulan bisa dicapai dalam waktu singkat.

Mereka, seperti dilansir CNN, menyebut ribuan email-email terkait Hillary dalam laptop Weiner itu kebanyakan duplikat dari email-email yang sebelumnya telah diperiksa otoritas AS.

Dituturkan sumber lainnya yang memahami penyelidikan, laptop Weiner itu berisi banyak konten pribadi yang tidak relevan dengan kasus email Hillary. (nvc/ita/detik)

0 comments

Post a Comment