wartaberitatki.com - Sebelum bekerja sebagai TKI di Malaysia, Wasri, warga Kluwut, Bulakamba, Brebes, Jawa Tengah, ditinggalkan begitu saja oleh sang suami. Ia berjuang sendirian menghidupi empat anaknya.
Lantaran terdesak masalah ekonomi, ia mencari cara agar mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan cukup. Dalam kondisi yang minim informasi, Wasri mendaftar menjadi TKI untuk bekerja di Malaysia dengan menggunakan jasa calo.
Namun, harapan meningkatkan taraf penghidupan harus berakhir dengan air mata. Wasri pulang ke rumah terbujur kaku dalam peti jenazah. Kematiannya meninggalkan kesedihan mendalam bagi keluarga. Diana, anak pertama Wasri, bahkan masih menangis jelang ibunya dikebumikan.
"Saya masih enggak percaya kalau Wasri meninggal dunia. Padahal kami sangat senang mendengar kabar anak saya mau pulang bulan ini, tapi kok seperti ini," ucap Darti (50), ibunda Wasri, di Brebes, Jateng, Minggu, 28 Agustus 2016.
Wasri diduga menjadi korban perdagangan manusia. Sebab, keluarga selama ini tidak diberi kebebasan komunikasi dengan mendiang Wasri. Selama 2,5 tahun bekerja di Malaysia, Wasri hanya tiga kali mengabari kondisinya via telepon.
"Kalau mau menghubungi Wasri harus lewat calo yang mengantarkannya ke Malaysia. Saya juga curiga kenapa bisa begini," tutur Dasri.
"Si calo tidak pernah kasih nomor HP majikan maupun anak saya. Katanya dilarang bawa HP," ujar dia.
Hal senada juga disampaikan Sopiyah (40), tetangga Darti.
"Yang saya dengar dari informasi keluarga Wasri, memang tidak ada komunikasi yang rutin antara keluarga dan almarhum. Karena dibatasi oleh calo yang memberangkatkan," ucap Sopiyah.
Menurut dia, kejanggalan inilah yang menimbulkan kecurigaan keluarga. Sampai saat jenazah dikuburkan, keluarga belum mengetahui secara pasti penyebab kematian Warsi. Keluarga juga tidak mengetahui tempat kerja Wasri, termasuk Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang memberangkatkannya.
Tidak hanya soal komunikasi, pihak keluarga juga mengaku selama Wasri bekerja di Malaysia, uang gaji tidak pernah sampai ke kampung halaman. Hal ini kembali diungkapkan sang bunda, Darti.
"Hanya dua bulan ada dua kali kiriman pada saat pertama-tama kerja, kemudian ke sininya sama sekali tidak ada," ucap Darti.
Wasri meninggalkan empat anak. Anak pertamanya bernama Diana (15) tidak melanjutkan sekolah dan terpaksa membantu keluarga bekerja di Jakarta. Yang kedua bernama Wirningsih (12) duduk di kelas 6 SD. Anak ketiga bernama Ayu (10) duduk di kelas 4 SD dan terakhir Riyadi (4).
Hingga kini, Darti dan keluarganya hanya bisa pasrah menerima keadaan ini.
0 comments
Post a Comment