Wednesday, June 22, 2016

Perjalanan Hidup TKW London Asal Indonesia Yang Diangkat Dalam Sebuah Buku


Seorang penulis asal Pakistan Moni Mohsin mengangkat cerita perjalanan hidup Aisha yang merupakan seorang pekerja domestik Indonesia di Inggris ke dalam sebuah buku.

Sosok Aisha (43), sudah tidak asing lagi bagi Moni Mohsin selama enam tahun terakhir ini. Mohsin adalah majikan Aisha di London, tempat tinggal penulis asal Pakistan itu.



Mohsin menceritakan bahwa Aisha bukan pembantu rumah tangga dari Indonesia yang bekerja untuknya sebab sebelumnya sudah ada dua perempuan lain yang pernah bekerja di rumahnya.

Namun Aisha dinilai berbeda.

"Kehidupannya merangkum tiga tema menarik yang berlaku saat ini. Pertama, pemberdayaan perempuan. Ia tidak punya pendidikan tinggi. Saya pikir ia tamatan sekolah menengah atas. Setelah itu ia harus merantau, mulai bekerja karena keluarga memerlukan uang," kata Moni Mohsin dalam wawancara di markas BBC di London.

Yang kedua, lanjutnya, sosok Aisha selama merantau itu berhasil mengajari diri sendiri banyak hal.

"Ia tahu bagaimana menggunakan program Excel, dia telah belajar akutansi. Ia menguasai bahasa Inggris secara fasih. Ia berbicara dalam bahasa Inggris dengan fasih. Ia selalu ingin belajar. Saya selalu kagum kepadanya sebagai seorang manusia."

Tema ketiga, Mohsin berkata, berhubungan erat dengan pergerakan buruh migran yang dialami oleh tenaga kerja Indonesia di sektor domestik. Mereka merantau ke negara-negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Kuwat, Uni Emirat Arab, dan ke negara-negara lain di Asia, seperti Malaysia, Singapura, dan Hong Kong dengan kontrak kerja dua tahunan.

Ditambahkannya Aisha dibesarkan di keluarga buruh migran; ibu, tante dan sepupunya pernah bekerja di luar negeri sebagai pekerja domestik. "Ia sendiri selalu berusaha membantu kawan-kawan sesama pekerja domestik jika mereka kesulitan atau perlu bantuan untuk mencari pekerjaan."

Untuk memperdalam pemahamannya tentang kehidupan Aisha, Moni Mohsin menghabiskan waktu dua minggu di desa Aisha di Jawa Barat tahun lalu. Ia juga bertemu dengan banyak tenaga kerja dari Indonesia di London untuk memahami kehidupan pekerja domestik.

Sebagaimana pekerja domestik Indonesia yang berada di Inggris pada umumnya, Aisha sampai di London karena dibawa majikan keluarga Arab Saudi yang berlibur di London. Ketika paham bahwa kondisi kerja di London lebih baik dibandingkan di Arab Saudi, ia memutuskan untuk melarikan diri dari majikan.

Yang mengejutkan, ujar Mohsin, Aisha sebelumnya tak pernah merasa dieksploitasi oleh keluarga majikan meskipun kenyataannya ia bekerja tanpa mengenal waktu, tak boleh keluar dari rumah, tak bebas berkomunikasi dengan keluarga di Indonesia, dan tak diberi hari libur. "Karena ia menganggap itu sudah biasa di sana (Arab Saudi)."

Mengenai peran perempuan dalam masyarakat pedesaan Indonesia dan Pakistan, Moni Mohsin menemukan persamaan.

"Karena negara tidak menyediakan tunjangan sosial, keluarga adalah jaringan pendukung besar. Jika sang ibu pergi bekerja di luar negeri, maka ada nenek yang mengurus anak-anaknya," terangnya yang dilansir dari wartawan BBC.

Tradisi itu, menurutnya, juga tercermin dalam kehidupan para pekerja domestik Indonesia di London.



"Tetapi di sini mereka tak punya keluarga jadi mereka adalah keluarga untuk satu sama lainnya. Mereka mendukung satu sama lain, mereka membantu satu sama lain."

Moni Mohsin sejauh ini telah menulis empat buku, termasuk The End of Innocenceyang mencerminkan kehidupan di Pakistan di masa perang. Ia juga aktif mengisi kolom untuk koran di Inggris.

Ratusan pekerja domestik Indonesia diketahui bekerja di Inggris terutama di London, meskipun Inggris tidak menjadi tujuan pengiriman tenaga kerja sektor domestik dari Indonesia.

Mereka pada umumnya dibawa oleh majikan mereka dari negara-negara Timur Tengah atau Asia sebelum Inggris memperketat visa pekerja domestik asing pada 2012. Sejak itu, pekerja domestik baru hanya diberi visa selama enam bulan dan diharuskan meninggalkan Inggris setelah masa berlaku visa berakhir.


sumber foto dan gambar : BBC

0 comments

Post a Comment