Berita TKI - Beberapa waktu lalu kembali terungkap kasus penganiayaan secara keji terhadap Suyanti, pekerja rumah tangga (PRT) migran asal Sumatera Utara di Malaysia pada penghujung tahun 2016.
Kasus tersebut menunjukkan perlindungan terhadap TKI di Malaysia masih sangatlah minim.
“Komitmen kedua negara, baik Indonesia maupun Malaysia untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi PRT migran sebagaimana tertuang dalam MoU masih sebatas janji di atas kertas,” tegas Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, kepada SP pada Senin (26/12) malam.
Anis Hidayah menjelaskan, pada tanggal 21 Desember 2016 kisaran jam 12 siang KBRI mendapat laporan tentang penemuan seorang TKI wanita dalam keadaan tidak sadarkan diri di dekat selokan di Jalan PJU 3/10 Mutiara Damansara, Kuala Lumpur, Malaysia.
Setelah laporan diterima KBRI segera menginstruksikan untuk membawa Suyati ke Rumah Sakit Pusat Perubatan Universiti Malaysia (RS PPUM) agar mendapatkan perawatan intensif.
Tidak hanya itu KBRI juga sudah melaporkan kejadian tersebut kepada Kepolisian Diraja Malaysia. Dari laporan tersebut majikan pelaku penyiksaan berhasil ditahan oleh Polisi Di Raja Malaysia (PDRM).
Dari data yang berhasil digali oleh KBRI, TKI korban penyiksaan itu belakangan diketahui bernama Suyanti binti Sutrino, umur 19 tahun, berasal dari Kisaran, Sumatera Utara.
Dengan luka disekujur tubuh serta mata yang lebam akibat penganiayan Suyanti dibawa Rumah Sakit.
Satgas Perlindungan WNI KBRI Kuala Lumpur terus memberikan pendampingan padanya selama dirawat di Rumah Sakit.
Kronologi Lengkap Kasus Penganiayaan Suyanti Dan Perkembangannya
Dari keterangan yang didapat dari Suyanti, dia masuk ke Malaysia pada tanggal 7 Desember 2016 melalui Tanjung Balai-Port Klang.
Sampai di Port Klang, dirinya dijemput oleh agen bernama Ruby.
Tanggal 8 Desember 2016, korban diantar menuju rumah majikan wanita Melayu. Seminggu setelah bekerja, majikan mulai suka melakukan penyiksaan fisik terhadap Suyanti.
Dan tanggal 21 Desember 2016, Suyanti sudah tidak tahan lagi dan memutuskan untuk melarikan diri dari rumah majikan setelah diancam dengan pisau besar oleh majikan perempuannya.
Tanggal 25 Desember 2016, Suyanti diizinkan untuk meninggalkan Rumah Sakit dan ditampung di penampungan KBRI.
Untuk beberapa waktu ke depan Suyanti masih juga menjalani rawat jalan serta Suyanti sudah mendapatkan momen untuk berbicara dengan keluarganya di Medan via telepon.
Hingga tanggal 25 Desember 2016 menurut informasi yang didapat pelaku telah dibebaskan dengan jaminan.
Setelah itu KBRI mengirimkan nota kepada Kemlu Malaysia untuk menyampaikan protes serta keprihatinan mendalam atas kejadian tersebut dan sekaligus meminta agar pelaku diberikan hukuman yang setimpal sesuai hukum Malaysia.
Tanggapan Direktur Eksekutif Migrant Care
Menurut Anis, kasus tersebut kembali menegaskan bahwa ratifikasi terhadap Konvensi Internasional tentang perlindungan terhadap hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya ke dalam UU Nomor 6 tahun 2012 belum dijalankan sepenuhnya.
Disisi yang lain, ratifikasi terhadap konvensi ILO 189 tentang kerja layak terhadap PRT merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditunda.
Untuk itu, Anis mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengambil sikap tegas dan nyata dengan mengirimkan nota protes diplomatik kepada pemerintah Malaysia. Ia meminta proses hukum atas kasus tersebut secara fair dan berkeadilan.
Anis juga mendesak agar segera menuntaskan revisi UU 39 / 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
Anis juga meminta kepada pemerintah Malaysia agar segera memproses hukum majikan Suyati dan memastikan penegakan hukum berjalan dan menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku.
Selain itu, pemerintah Malaysia harus memberikan jaminan kompensasi dan rehabilitasi atas penganiayaan yang dialami korban.
Anis juga meminta agar meninjau kebijakan bilateral antara pemerintah Malaysia dan Indonesia tentang perlindungan buruh migran. [BS/SP]
0 comments
Post a Comment