Berita TKW Hongkong Sumartiningsih - Mata Suratmi (51) berkaca-kaca saat menceritakan penderitaan keluarganya semenjak ditinggal putrinya, Sumartiningsih, yang mati dibunuh di Hong Kong 2014.
Dua tahun berlalu, kuburan putrinya telah kering, namun hati Suratmi masih tersayat luka.
Keputusan hakim pengadilan Hong Kong yang memvonis hukuman seumur hidup kepada pelaku pembunuhan Sumartiningsih, Rurik Jutting, membuatnya sedikit lega.
"Dua tahun kami menunggu, akhirnya kami berterima kasih pada pengadilan Hong Kong karena telah memutuskan hukuman terberat,"katanya di Cilacap, Selasa (9/11).
Ia menuntut, pelaku dapat bertanggung jawab untuk mengganti untung terhadap kerugian yang dialami keluarganya, terutama putra Sumartiningsih, Mohammad Hafiz Arnovan (7), yang baru duduk di kelas 2 SD.
"Saya ditinggalin cucu sama anak saya waktu umur 40 hari sampai sekarang umur 7 tahun, sekarang anak saya dibunuh. Duka saya berlipat-lipat,"katanya
Menurut Kaliman ayah Sumartiningsih putrinya sampai memutuskan bekerja ke luar negeri lantaran kesulitan mendapatkan pekerjaan di Indonesia. Sehingga, menurut dia, pemerintah seharusnya bertanggung jawab memikirkan nasib keluarganya yang sedang bangkrut.
"Tidak mungkin anak saya ke luar negeri kalau bisa kerja di sini. Saya sudah sakit kehilangan anak, sekarang tambah susah memikirkan nasib cucu saya bagaimana, karena saya hanya petani yang kurang,"katanya
Kaliman menyesalkan SIKAP PEMERINTAH YANG NYARIS TIDAK MEMPERHATIKAN KELUARGANYA semenjak anaknya meninggal.
Pemerintah pusat maupun pemerintah setempat tak memberikan tali asih sampai sekarang, minimal sebagai ungkapan belasungkawa.
"Semua kami urus sendiri dan dibantu relawan, pemerintah tidak membantu, padahal kami sangat kesusahan tapi pemerintah tidak hadir,"katanya.
Singkat cerita Sumartiningsih merantau ke Jakarta ketika bayinya baru berumur 40 hari. Tahun 2011, ia pergi ke Hong Kong melalui sebuah perusahaan pengirim buruh migran.
“Ya, karena orangtuanya ini orang yang nggak punya, kurang segala-galanya. Dia juga sudah punya anak, punya suami nggak jelas, jadi ya, nekat ke luar negeri untuk menghidupi anaknya, orangtua sama saudaranya. Soalnya cari rezeki di Indonesia hasilnya kurang, nggak seberapa. Jadi ya, mana yang hasilnya besar yang dia cari, jadi akhirnya ke Hong Kong," ujar Suratmi.
Di Hong Kong, Ningsih pertama kali bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Menurut Suratmi, anaknya rajin berkirim uang ke rumah meskipun jumlahnya tak pasti, antara Rp 3 juta sampai Rp 6 juta.
Dari kiriman uang itulah, kebutuhan anak Ningsih dipenuhi, demikian juga dengan kebutuhan orangtua dan adiknya.
Namun nasib berkata lain. Tanggal 1 November 2014, mayat Ningsih ditemukan membusuk di dalam sebuah koper.
Dia diduga dibunuh bankir Inggris bernama Rurik Jutting. Polisi memperkirakan, Ningsih dibunuh lima hari sebelum ditemukan.
Selain mayatnya, ditemukan pula Seneng Mujiasih, buruh migran lain, yang tergeletak bersimbah darah di apartemen mewah milik Jutting.
Jutting sendiri saat ini sedang mengalami persidangan di Pengadilan Tinggi Hong Kong, di mana sejumlah rekaman video tindakan kejinya diputar di depan para juri. (*)
"Semua kami urus sendiri dan dibantu relawan, pemerintah tidak membantu, padahal kami sangat kesusahan tapi pemerintah tidak hadir,"katanya.
Singkat cerita Sumartiningsih merantau ke Jakarta ketika bayinya baru berumur 40 hari. Tahun 2011, ia pergi ke Hong Kong melalui sebuah perusahaan pengirim buruh migran.
“Ya, karena orangtuanya ini orang yang nggak punya, kurang segala-galanya. Dia juga sudah punya anak, punya suami nggak jelas, jadi ya, nekat ke luar negeri untuk menghidupi anaknya, orangtua sama saudaranya. Soalnya cari rezeki di Indonesia hasilnya kurang, nggak seberapa. Jadi ya, mana yang hasilnya besar yang dia cari, jadi akhirnya ke Hong Kong," ujar Suratmi.
Di Hong Kong, Ningsih pertama kali bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Menurut Suratmi, anaknya rajin berkirim uang ke rumah meskipun jumlahnya tak pasti, antara Rp 3 juta sampai Rp 6 juta.
Dari kiriman uang itulah, kebutuhan anak Ningsih dipenuhi, demikian juga dengan kebutuhan orangtua dan adiknya.
Namun nasib berkata lain. Tanggal 1 November 2014, mayat Ningsih ditemukan membusuk di dalam sebuah koper.
Dia diduga dibunuh bankir Inggris bernama Rurik Jutting. Polisi memperkirakan, Ningsih dibunuh lima hari sebelum ditemukan.
Selain mayatnya, ditemukan pula Seneng Mujiasih, buruh migran lain, yang tergeletak bersimbah darah di apartemen mewah milik Jutting.
Jutting sendiri saat ini sedang mengalami persidangan di Pengadilan Tinggi Hong Kong, di mana sejumlah rekaman video tindakan kejinya diputar di depan para juri. (*)
0 comments
Post a Comment