Sunday, June 19, 2016

Cerita Pilu TKI Tahanan Deportasi Kadang Diberi Makan Kadang Tidak, Puasa Sahur Dan Buka Makan Nasi Basi


Mulai hari pertama bulan Ramadan Pemerintah Malaysia sudah melakukan deportasi pada TKI sebanyak dua kali. Yang pertama yang pada awal Ramadan sejumlah 114 TKI ilegal. Yang kedua pada Kamis (16/6) sejumlah 109 orang TKI diusir dari Malaysia menuju Pelabuhan Tunon Taka Nunukan.




Tapi sebelum proses deportasi tersebut dilakukan, mereka ditahan dahulu di balik jeruji besi tahanan Malaysia. Banyak kisah pahit yang TKI alami selama menjadi tahanan. Walaupun dipenjara mereka tetap menjalankan ibadah berpuasa. Rasa yang sangat berbeda waktu dulu mereka menjadi orang yang bebas.

Salah satu cerita hidup dibalik tahanan adalah dari Noraisyah yang dilansir dari Fajar Group. Dia ditahan sejak akhir 2015, menjalani kehidupan yang keras di balik penjara. Yang paling terasa adalah urusan perut. Makan yang kadang diberi dan kadang tidak. Noraisyah bersama ratusan tahanan lainnya sangat tersiksa.

Noraisyah ditangkap di Papar Kota Kinabalu pada saat sedang asyik tidur dan tidak bisa berbuat apa-apa ketika polisi Malaysia menyerbu tempat tinggalnya.

Selama di penjara ia mengalami gangguan penyakit diantaranya penyakit gatal-gatal karena air yang digunakan kurang bersih.

“Sangat sengsara hidup di tahanan, hari-hari biasa saja sangat tersiksa apa lagi di saat Ramadan,” kata Noraisyah.

Saat Ramadan, di Pusat Tahanan Sementara (PTS) Papar itu, penjaga PTS mempersilakan semua umat muslim melaksanakan ibadah puasa ketika tak memiliki halangan seperti perempuan. Puasa pertama dilalui Nora – sapaan akrabnya- dengan disajikan makanan yang tak layak konsumsi alias basi.

Ketika berbuka puasa tiba, sungguh miris. Makanan yang sama turut disajikan pihak PTS dengan nasi ditambah lauk sangat menghilangkan nafsu makan. Nasi basi terkadang terpaksa dimakan perempuan asal Bulukumba ini agar perut tetap terisi.



Cerita makan nasi basi di PTS turut dibenarkan teman Nora, Hayati, yang turut menjalani masa tahanan selama tujuh bulan di PTS Papar. Hayati yang memiliki anak tentu tak rela ketika anaknya terlihat tersiksa di tahanan.

“Saya ditahan bersama anak, karena tidak sempat lari harus pasrah saja ditangkap polis (Polisi, Red.) Malaysia,” ujar Hayati.

Makan dan tidur tidak pernah teratur. Selain makanannya yang asal-asalan disajikan, tempat tahanan tidak nyaman ditempati. Diserang penyakit gatal-gatal pun seakan sudah biasa.

Makan nasi basi dan lauk yang terkadang tidak masak sudah tidak ingin dirasakan Nora dan Hayati, sahur dan berbuka puasa dengan makanan basi cukup sekali dirasakan. Setelah ini deportan berjanji tak ingin lagi kembali ke Malaysia.

“Setelah ini lebih baik tinggal di Indonesia,” kata perempuan asal Sulawesi Selatan ini mengakhiri. 

sumber : fajar.co

0 comments

Post a Comment