Pria yang pagi itu sedang asik menikmati kopi adalah Petrus (51) mantan TKI Malaysia yang telah kembali ke Indonesia sejak 20 tahun lalu.
Dengan penampilan topi lusuh, rambut dan cambang lebat serta pakaian kumal dan selalu memanggul karung berat, Petrus tampak mondar-mandir di sekitar Alun-alun Nunukan.
Dia tidak mau bicara, juga enggan difoto dengan penampilan barunya, rambut plontos dan janggut dicukur licin. Penolakan darinya menandakan bahwa dia bisa diajak komunikasi.
Sebelumnya, pria itu pernah menjadi mandor kuli bangunan selama 20 tahun di Kota Kinabalu, Malaysia. Dia selalu berjalan tak tentu arah di Kota Nunukan dengan memanggul karung bekas kemasan beras yang terlihat berat.
Menurut penuturan warga, bekas TKI itu mengalami gangguan kejiwaan. Berkat bantuan Michael Watun (74), warga Jl Tawakal, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, ini keadaan Petrus semakin membaik beberapa hari terakhir ini.
“Kalau diajak bicara bahasa daerahnya Kalikasa, dia sudah bisa nyambung," ujar Michael pada Jumat (10/6/2016).
Sebelumnya para warga Nunukan mengenal Petrus adalah eks TKI yang mengalami gangguan jiwa pasca-dideportasi dari Malaysia.
Meski dikategorikan orang gangguan jiwa, Petrus dikenal sebagai sosok yang relijius.
“Kalau kita kasih makan, selalu berdoa secara nasrani," kata Tukino, salah satu penjual mi ayam.
Petrus kemana-mana selalu memanggul karung bekas beras dan menggelandang selama 3 tahun. Karung yang terasa berat itu rupanya berisi semua pakaian bekas yang dia pakai selama 3 tahun terakhir.
Setiap warga memberi pakaian bagus untuk mengganti bajunya yang sudah kumal, Petrus akan menyimpannya dalam karung entah apa maksudnya.
"Dia stres seperti itu karena memikirkan semua pakaian yang tertinggal di Malaysia sejak dideportasi. Makanya, dia bawa kemana-mana baju bekas yang diberikan warga selama di Nunukan," imbuh Michael Watun.
TKI lain yang mengalami gangguan jiwa
Tak Petrus saja eks TKI yang mengalami gangguan jiwa pertama yang diurus oleh Michael Watun. Sejak deportasi masal tahun 2002 lalu, sudah belasan eks TKI yang depresi dia sembuhkan dan pulangkan ke daerah asal.Menurut Michael, semua eks TKI yang mengalami gangguan kejiwaan tak hanya butuh obat supaya cepat sembuh, tetapi juga perhatian dari orang sekitarnya.
"Dengan sedikit perhatian, kita ajak bicara dengan bahasa daerah mereka, sedikit banyak membuat mereka bisa kembali kita ajak komunikasi," kata Michael.
Petrus adalah contoh salah satu dari sekian banyak eks pahlawan devisa yang dilupakan negara saat nasib mereka berada di titik balik kehidupan mereka.
Sama sekali tidak adanya campur tangan pemerintah pusat membuat Pemerintah Daerah Nunukan selalu kewalahan menangani keberadaan puluhan eks TKI yang mengalami ganguan jiwa setiap tahunnya.
Menurut Michael, keberadaan kerukunan dari setiap etnis warga Nunukan akan sangat membantu penanganan eks TKI yang mengalami gangguan jiwa pasca-deportasi.
Selain memudahkan komunikasi, eks TKI yang mengalami gangguan jiwa juga akan lebih nyaman jika tinggal di tengah orang yang berasal dari daerah yang sama.
“Mereka juga butuh dihormati, jangan pernah memanggil mereka atau meneriaki mereka dengan sebutan orang gila. Anak-anak saya biasakan untuk memanggil om atau bapak,” kata Michael Watun.
Michael mengakui bahwa enam anaknya sudah terbiasa melihat ayah mereka membawa pulang eks TKI yang mengalami ganguan jiwa.
Kini Micahel Watun tengah mengupayakan pakaian Petrus yang tertinggal di Kota Kinabalu untuk dipulangkan ke Nunukan. Dia berharap dengan adanya pakaian yang selama ini dipikirkan Petrus, keadaan pria ini akan menjadi lebih baik.
“Saya yakin kalau pakaian yang selama ini dia pikirkan dipulangkan, keadaannya pasti lebih baik. Rencananya kita ajak pulang dia ke Lembata," pungkas Michael Watun.
sumber berita dan foto : kompas
0 comments
Post a Comment