Friday, November 11, 2016

TKI Hamil Di Perantauan Terlebih Masih Dalam Kontrak Kerja Adalah Sebuah Dilema Tersendiri


Berita TKW Hamil - Hamil dalam kontrak kerja memanglah sebuah dilema tersendiri bagi Buruh Migran Indonesia. Salah satunya adalah Sunarsih (26) TKW Taiwan.

Dia terlihat mengelus perutnya berulang kali dengan penuh kasih sayang, ada senyum yang mengembang di sudut bibirnya.

Perempuan berjilbab itu beberapa kali mengambil nafas pendek dan cepat. Ia mengaku belakangan ini merasa mudah capek, meski tidak melakukan aktivitas yang berat.

"Bayi yang saya kandung sudah masuk usia delapan bulan. Hasil pemeriksaan USG sih bayinya cowok," ujarnya dengan mata berbinar.

Asih, begitu nama panggilannya, merasa nasibnya lebih beruntung dibanding rekan-rekan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) lain di Taiwan yang sedang hamil.

Asih lantas berkisah panjang tentang masalah yang timbul saat ia hamil dan sedang dalam kontrak kerja dengan majikan.

Ia bertemu dengan sang calon suami yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK), setelah tiga tahun menjadi TKI di Taiwan.

"Suami sudah lebih dulu bekerja di Taiwan dibanding saya. Kami kemudian menikah di sini dalam pernikahan massal yang digelar Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI)," ujarnya.

Semula pernikahan tersebut tak menimbulkan masalah, majikan pun mendukung bila keduanya menikah. Bahkan, Asih bersama suami diizinkan bertemu di rumah majikan seminggu sekali ketika para ABK sedang libur. Namun beberapa bulan setelah mengetahui dirinya hamil, ia mengaku majikannya tak bisa menerima kondisi tersebut.

"TKI memang tidak boleh hamil selama kontrak kerja, tapi ya bagaimana lagi saya sudah terlanjur hamil. Majikan tetap menyuruh saya bekerja mengurus rumah dan menjaga nenek, tapi saya tidak sanggup lagi karena perut terus membesar," kenangnya.

Raut wajahnya kemudian berubah. Dia seperti dirundung penyesalan, tatkala bercerita tentang niatnya untuk menggugurkan kandungan saat berusia lima bulan.

Beruntung naluri keibuannya mampu menyingkirkan niat buruk itu. Ia kemudian kabur dari rumah majikannya dan mencari tempat perlindungan di sebuah shelter milik KDEI.

Menurutnya status ketenagakerjaan dia saat ini bukan TKI yang kabur atau lebih dikenal sebagai TKI kaburan. "Gelar" tersebut hanya berlaku bagi TKI yang meninggalkan rumah majikan lebih dari tiga hari.

"Saya keluar dari rumah majikan menuju tempat penampungan atau shelter hanya dalam sehari. Jadi status saya tidak ilegal sehingga asuransi kesehatan juga masih berlaku," jelasnya.

Saat ini Asih tinggal bersama 17 TKI bermasalah lainnya di shelter yang berada di wilayah Taichung tersebut. Di tempat itu, KDEI memberikan fasilitas makan, cek kesehatan hingga pelatihan keterampilan untuk bekal pulang ke Indonesia.

Sebelumnya pemerintah Indonesia melalui KDEI di Taipei akan memulangkannya, namun usia kehamilannya berisiko untuk melakukan penerbangan. Ia dan bayinya akan pulang ke Indonesia setelah proses kepengurusan paspor anaknya rampung.

"Saya tak ingin lagi bekerja di sini, pulang saja mengurus anak dan buka usaha," tukas Asih. [antara]

0 comments

Post a Comment